Selasa, 29 Januari 2013

Belajar Berbagi Sejak Dini

          Sore itu si gadis kecil senang sekali, pasalnya ada undangan menghadiri syukuran ulang tahun teman sekolahnya. Nadhifa memang senang sekali menghadiri syukuran ulang tahun teman-temannya, alasannya, dia bisa menyumbangkan lagu di ulang tahun temannya itu. Dan yang lebih saya kagumi dari gadis kecil ini adalah perhatiannya yang tulus kepada setiap temannya. Jauh sebelum hari ulang tahun temannya dia mengingatkan saya untuk menyiapkan hadiah kecil untuk temannya. Tidak mahal, tapi selalu bermakna. Sebagai contoh, "Mah, nanti belikan Dini rautan ya mah, soalnya kemarin Dini bilang rautannya hilang." atau ketika Aurel ulang tahun., gadis kecil ini meminta saya untuk membelikan temannya itu bando Angry Bird warna ungu karena dia tahu temannya itu suka sekali pada angry Bird dan warna ungu. Di saat kebanyakan anak usia lima tahun lainnya mungkin tidak ingin repot-repot memikirkan apa yang tepatnya diberikan sebagai hadiah  dan membiarkan ibu mereka yang memilihkan mainan atau hadiah yang pantas diberikan, gadis kecil ini justru berusaha untuk memberikan apa yang dibutuhkan atau diinginkan oleh teman-temannya.
          Dilain waktu, saya merasa tersentuh sekali ketika gadis kecil ini mendatangai saya dan bercerita. Dengan gayanya yang polos dan lincah ia bercerita bahwa tadi di sekolah dia membagi roti coklatnya dengan salah satu temannya. Lalu saya tanya, "oh...memangnya teman kaka lupa membawa bekal ya?" dia menjawab, engga, bukan lupa, tapi makanannya jatoh! hihihi...kasihan ya mah?terus aku kasih aja roti aku ...sedikit sih mah, segini nih...seraya menunjukkan setengah telapak tangannya. lalu saya pun memeluknya sambil berbisik, "anak baik". 
          Anakku...Tidak perlu memberikan hal besar untuk mengawali sebuah kebaikkan sayang...Tidak perlu sesuatu yang mahal untuk menunjukkan bahwa engkau menyayangi orang lain...Tidak perlu menunggu hingga tanganmu sebesar tangan kami untuk memberi kepada orang lain...Awalilah segalanya dari hati kecilmu, dari tangan kecilmu, dan dari dunia kecil indahmu. Karena kelak, hati kecilmu akan menjadi hati yang besar, tangan kecilmu akan menjadi tangan yang besar dan dunia kecilmu akan menjadi dunia besar dengan penuh keindahan. Ini cerita saya untuk bunda hari ini. Bagaimana cerita bunda? 

Kamis, 17 Januari 2013

Semua Anak Itu Cerdas : Pentingnya Memahami Kecerdasan Jamak Pada Anak



Bunda, ketika sedang menunggu anak di sekolah atau sedang arisan dan kumpul dengan para orang tua, pernahkan mendengar kalimat seperti ini? “ Anak bu Endang (misalkan) itu memang pintar ya, nilai matematikanya selalu sepuluh.” Atau seperti yang satu ini, “ anak saya itu udah besarnya mau jadi apa ya?masa dua kali empat aja ngitungnya lama banget.” Atau kalimat seperti ini, “ Dia sih anaknya ga pinter di sekolah, orang dia bisanya nyanyi doang, kalo lomba nyanyi ya pastilah bisa orang itu hobinya”.
Hmm, jadi dari beberapa kalimat diatas, dapat disimpulkan jika anak yang memiliki nilai matematika tinggi maka anak itu masuk kategori “pintar atau cerdas”. Tapi, jika anak menunjukkan kebolehannya dalam bernyanyi, bermusik itu bukan pintar atau cerdas, itu hanya bakat atau hobi saja. Baiklah, sepertinya secara umum hal ini masih berlaku di mata orang tua kebanyakan ya bunda? Tetapi tahukah bunda, bahwa kecerdasan seorang anak tidak lagi diukur hanya dari nilai matematikanya semata? Sungguh keunikan di dalam diri seorang anak itu luar biasa memukau untuk di telusuri.
Seorang psikolog bernama Howard Gardner membuktikan bahwa terdapat delapan kecerdasan dasar yang dikenal dengan istilah kecerdasan jamak atau multiple intelligences. Menurutnya, setiap anak memiliki setidaknya delapan jenis kecerdasan didalam dirinya yang memungkinkan mereka untuk menemukan solusi bagi masalah-masalah yang terjadi dengan membuat cara penyelesaian dalam konteks yang beragam dan wajar. Delapan Kecerdasan itu adalah :
Pernahkan bunda merasa terpesona dengan kemampuan anak dalam meniru ucapan orang dewasa, atau pada suatu waktu dengan tiba-tiba mengucapkan kalimat baru yang membuat anda berfikir, “Ha?Anakku, umur segitu kok sudah bisa ya? Inilah bunda, yang dimaksudkan dengan kecerdasan bahasa. Yakni kemampuan seseorang untuk menggunakan kata-kata secara efektif,baik secara lisan maupun dalam bentuk tulisan. Kecerdasan ini juga mencakup kemampuan untuk memanipulasi sintaksis atau struktur suatu bahasa,fonologi atau suara-suara bahasa,sematik dan pengertian dari bahasa serta dimensi-dimensi dan kegunaan praktis dari suatu bahasa. Kecerdasan ini tampak pada anak yang sangat cepat mengingat kata baru,suka berbicara,selalu ingin tahu tentang sesuatu yang baru dan sejenisnya.
“ Bunda, kok permen ku diambil satu, kan aku jadinya cuma punya dua”. Pernah mendengar si buah hati mengucapkan hal ini? Hmmm…hati-hati loh bunda, jangan ambil permennya sembarangan lagi ya?hehehe... Kenapa? Karena buah hati bunda telah memiliki kemampuan untuk menggunakan angka-angka secara efektif dan berpikir secara nalar.
Kecerdasan ini juga mencakup kepekaan terhadap pola-pola logis dan hubungannya,pernyataan-pernyataan,proposisi; jika begini maka akan seperti itu, sebab-akibat, fungsi-fungsi dan abstrak-abstrak yang berkaitan. Ciri yang menonjol pada anak yang memiliki kecerdasan logis-matematis yaitu selalu ingin tahu tentang ini dan tentang itu,cepat mengingat deretan angka,mudah memahami sebab akibat, dan sebagainya.
“Bunda, aku mau geser kursinya ke sana, supaya aku dan bunda bisa duduk disini.” Wah, benar-benar penuh inisiatif ya? Hal ini berarti anak mempunyai kemampuan yang tinggi di bidang pengamatan dan kemampuan untuk berpikir, punya kemampuan membayangkan ruang,melukiskan kembali,mengubah atau memodifikasi bayangan melalui ruangan. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap warna,garis, bentuk, wujud, ruang, dan hubungan-hubungan yang ada antara unsur-unsur ini.
Pernah melihat anak anda mengikuti irama secara spontan? menggerakkan tangan dan menggoyangkan badannya kesana kemari sesuai irama? Sepertinya anak bunda calon koreografer handal ya? Apa sih kecerdasan musical itu?
Yakni kemampuan untuk memersepsikan, mendiskriminasikan, mengubah, dan mengekspresikan bentuk-bentuk musik. Kecerdasan ini mencakup kepekaan terhadap ritme, tingkaan nada atau melodi,warna suara dari suatu karya musik. Anak yang memiliki kecerdasn ini mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menangkap aspek bunyi secara mendalam dan peka terhadap suara di sekitar. Biasanya anak senang pada irama musik baik ketika belajar maupun beraktifitas yang lain.
Anak bunda terlihat sangat aktif bergerak? Itu karena anak anda memiliki kemampuan olah tubuh dalam mengekspresikan gagasan dan emosi melalui gerakan,termasuk kemampuan untuk menangani suatu benda dengan cekatan dan membuat sesuatu. Kecerdasan ini mencakup keahlian-keahlian fisik khusus seperti koordinasi, keseimbangan, ketangkasan, kekuatan, kelenturan, dan kecepatan. Ciri anak yang memiliki kecerdasan ini adalah anak memiliki kebiasaan yang suka bergerak, suka menyentuh segala sesuatu, bermain dengan jari atau belajar isyarat.
Pernahkan melihat anak anda bermain di rumah mandi bola, dan tiba-tiba dia sudah terlihat asik bermain dengan anak lain yang baru ditemuinya? Hal ini dkarenakan kemampuan anak untuk memahami dan berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Dengan kecerdasan ini, anak mampu memersepsikan dan menangkap perbedaan-perbedaan mood,tujuan, motifasi, dan perasaan-perasaan orang lain. Anak memliki kepekaan terhadap ekspresi-ekspresi wajah,suara dan sosok postur (gestur) dan mampu untuk membedakan berbagai tanda interpersonal. Kecerdasan ini menuntun anak dalam memahami makna kerja sama dan komunikasi. Anak yang mempunyai kecerdasan ini biasanya sangat pandai bergaul, dan memiliki banyak teman. Mereka bersikap tenang dan menepi namun selalu mengamati.
“Bunda, aku kasihan sama kucing kecil itu.” Luar biasa ya bunda, betapa si kecil dapat mengungkapkan perasaan tentang apa yang terjadi di sekitarnya. Hal ini berarti anak mampu untuk membuat persepsi yang akurat tentang diri sendiri dan memahaminya, memiliki kepekaan yang tinggi terhadap nilai, tujuan dan perasaan. Anak yang memiliki kecerdasan ini biasanya suka bekerja sendiri,namun tetap bisa berpartisipasi dalam kelompok. dalam bukunya, Jean Piaget menyatakan bahwa kemampuan seorang anak untuk memahami,lalui menamai emosi yang dirasakannya dengan kata-kata yang tepat adalah salah satu ciri-ciri seorang anak yang sehat secara peikologis.
      8.       Kecerdasan Alam/Naturalis,
Yaitu kemampuan anak untuk menjadikan alam sekitar sebagai perhatian utamanya. Anak dengan kecerdasan ini sangat peduli pada perubahan lingkungan sekitar dan memahami tentang topik sistem kehidupan. Anak biasanya mencintai alam-alam bebas, binatang, dan petualangan alam dimana mereka belajar hal-hal yang kecil. Apakah buah hati  bunda menunjukkan kecerdasan ini dalam kesehariannya? Tentu saja ya bunda? Ketika seorang anak mampu mengekspresikan betapa sejuk udaranya, betapa bagus bunga yang dilihatnya, betapa segar air yang di minumnya, betapa terik panasnya matahari, betapa dingin udaranya, maka pada saat yang bersamaan ia telah menunjukkan kecerdasan naturalis dan kecerdasan bahasanya.
Bagaimana dengan si kecil bunda? kecerdasan mana yang lebih menonjol pada anak bunda? Salam untuk si Cerdas kesayangan bunda ya :-) 

Selasa, 08 Januari 2013

Peranan Orang Tua Dalam Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Anak


Memahami perkembangan anak dalam setiap tahapnya adalah harapan bagi setiap orang tua. Namun ada kalanya setiap tahap perkembangan anak memiliki jenis tantangan tersendiri yang menggugah indera kita untuk belajar lagi dan lagi demi mencapai tingkat pemahaman yang cukup mengenai perkembangan anak kita. Seperti pertumbuhan fisiknya,  kemampuan emosional anak pun terus berkembang sesuai dengan tahapannya. Sebagai contoh, kecerdasan interpersonal anak, terus berkembang dimulai dari tahapan awalnya ketika mereka menghabiskan sebagian besar waktunya bersama orang tua di rumah hingga ke tahapan ketika mereka berbagi bersama teman-temannya di sekolah.
Kecerdasan interpersonal anak dipandang sangat penting karena hal ini berkaitan dengan kemampuan anak untuk bereaksi dan menghargai hal-hal diluar dirinya. Hal ini didukung oleh Schmit (2002:32) bahwa kecerdasan interpersonal anak merupakan kecerdasan yang terkait dengan kepandaian untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Kecerdasan ini menuntut seseorang untuk memahami, bekerja sama dan berkomunikasi serta memelihara hubungan dengan orang lain.
Bisa kita bayangkan betapa peranan orang tua, sebagai guru pertama dalam ‘Lembaga Pendidikan Pertama’ anak yang disebut keluarganya, memiliki andil sangat besar dalam membimbing dan mengarahkan anak agar dapat mengembangkan kecerdasan interpersonalnya sehingga mereka mampu bersikap seperti yang diharapkan oleh ‘masyarakat’ diluar keluarganya tersebut kemudian.

Apakah yang dimaksud dengan Kecerdasan Interpersonal Anak?
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan anak untuk mengajak maupun merespon orang selain dirinya dengan perasaan positif, tertarik untuk  berteman dengan orang luar serta diperhatikan dengan baik oleh mereka, dapat memimpin dan juga mengikuti, mempertahankan sikap, memberi dan menerima dalam berinteraksi. (Papalia & Fielman,2002:311). Selanjutnya, menurut Paul eggan dan Kaufchak (2007:97) bahwa kecerdasan interpersonal anak usia dini adalah memahami dan bekerja sama dengan orang lain, memahami dan bekerja sama dalam kelompoknya serta memimpin diri dan kelompoknya. Hal ini diperkuat oleh Schmidt (2002:32) yang menyampaikan bahwa kecerdasan interpersonal menuntut seseorang untuk memahami, bekerja sama dan komunikasi, serta memelihara hubungan dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal anak dipandang sangat penting karena hal ini berkaitan dengan kemampuan anak untuk bereaksi dan menghargai hal-hal diluar dirinya. Hal ini didukung oleh Schmit (2002:32) bahwa kecerdasan interpersonal anak merupakan kecerdasan yang terkait dengan kepandaian untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Kecerdasan ini menuntut seseorang untuk memahami, bekerja sama dan berkomunikasi serta memelihara hubungan dengan orang lain.

Di rumah, jauh sebelum anak memasuki kehidupan bersekolah, orang tua pun dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal anak melalui tahapan tahapan yang telah diuji coba oleh John Gottman, P.Hd dan Joan De Claire (1997:73-103) ,berikut ini tips-tips meningkatkan kecerdasan interpersonal anak :
1.    Menyadari emosi anak
2.    Mengenali emosi anak sebagai peluang untuk menjadi akrab dan untuk mengajar
3.    Mendengarkan dengan penuh empati dan menegaskan perasaan-perasaan si anak
4.    Menolong si anak untuk memberi label emosi-emosi dengan kata –kata dan
5.    Menentukan batas-batas sambil menolong si anak memecahkan masalahnya
Berikut adalah penjabaran dari kelima langkah-langkah tersebut:
1.    Menyadari emosi anak
Kesadaran emosional adalah berarti mengenali kapan merasakan suatu emosi, dapat mengidentifikasi perasaan-perasaan dan peka terhadap hadirnya emosi-emosi dalam diri anak. Kuncinya adalah mengungkapkan perasaan-perasaan orangtua dengan cara yang tidak merusak bagi hubungan orangtua dan anak. Dengan demikian orangtua dalam hal ini mengedepankan dua hal penting yaitu: 1. perasaan-perasaan yang kuat dapat diungkapkan dan dikelola, dan 2. tingkah laku anak betul-betul kita anggap penting.
Orang tua yang sadar terhadap emosi-emosi mereka sendiri dapat menggunakan kepekaan mereka untuk menyelaraskan diri dengan perasaan-perasaan anak mereka. Namun bukan berarti akan selalu mudah memahami perasaan-perasaan anak. Seringkali anak mengungkapakan emosi secara tidak langsung dan membingungkan orang tua. Bagaimanapun, seandainya kita mendengarkan dengan seksama dan dengan hati yang terbuka, seringkali kita dapat memecahkan isyarat pesan-pesan yang secara tidak sadar disembunyikanoleh anak-anak dalam pergaulan mereka, permainan mereka dan tingkah laku sehari-hari mereka.
 Sebagai contoh, ketika anda marah kepada anak anda karena sesuatu yang dilakukannya, jauhilah komentar-komentar yang bersifat melecehkan, sarkasme, penghinaan dan komentar-komentar yang melecehkan terhadap anak anda, semuanya berkaitan dengan harga diri yang rendah pada anak anda. Lebih baik memusatkan perhatian pada tindakan-tindakan anak anda, bukannya pada wataknya. Buatlah komentar-komentar anda itu terperinci dan katakanlah kepada anak anda bagaimana tindakan-tindakannya membuat anda marah. Tetaplah berbicara secara masuk akal kepada anak anada hingga menjurus pada suatu tingkat pengertian, teruskanlah. Katakanlah kepada anak anda apa yang ada dipikiran anda, dengarkan jawabannya, hingga sampai pada tahap dimana anda dan anak anda menemukan sebuah saling pengertian.
2.    Mengenali emosi anak sebagai peluang untuk kedekatan dan mengajar
Kemampuan untuk menolong menenangkan seorang anak yang marah dapat merupakan sesuatu yang membuat kita merasa ‘paling jelas sebagai orang tua’. Dengan mengakui emosi-emosi anak kita, kita menolong mereka mempelajari keterampilan-keterampilan untuk menghibur diri mereka sendiri, keterampilan-keterampilan yang akan berguna bagi mereka seumur hidup termasuk ketika mereka mulai berinteraksi dengan teman dan dunia diluar rumah mereka. Tolonglah anak-anak untuk membicarakan perasaan-perasaan mereka. menangani perasaan –perasaan yang rendah intensitasnya sebelum perasaan –perasaan itu meningkat memberikan pula suatu peluang kepada keluarga untuk melatih keterampilan mendengarkan dan menyelesaikan masalah sementara taruhannya masih kecil. Sebagai contoh, anda mengungkapkan minat dan keprihatinan terhadap mainan rusak anak anda atau suatu goresan kecil, pengalaman-pengalaman ini merupakan batu batu pembangun. Anak anda belajar bahwa anda adalah sekutunya da anda berdua memikirkan bagaimana caranya bekerja sama. Dikemudian hari anak pun dapat memperlihatkan sikap empatinya ini kepada temannya dengan memposisikan dirinya sebagai sekutu dari temannya itu dan  mampu menunjukkan bagaimana bekerja sama dengan temannya tersebut.
3.    Mendengarkan dengan empati dan meneguhkan perasaan anak
Langkah terpenting dalam tahap-tahap ini, menurut Gottman dan Declaire(2000:95) adalah mendengarkan dengan empati. dalam konteks ini, mendengarkan berarti jauh lebih banyak dari sekedar mengumpulakan data dengan telinga anda. Para pendengar dengan empati menggunakan mata mereka untuk mengamati petunjuk fisik emosi-emosi anak –anak mereka. Mereka menggunakan imajinasi mereka untuk melihat situasi dari situasi tersebut dari titik pandang anak itu. Mereka mengunakan kata –kata mereka untuk merumuskan kembali, dengan cara yang menenangkan dan tidak mengecam, apa yang mereka dengar dan untuk menolong anak-anak mereka member nama emosi-emosi mereka itu. tetapi, yang paling penting, mereka menggunakan hati mereka utnuk merasakan apa yang sedang dirasakan oleh anak –anak mereka. Pada tahap ini arahkan perhatian anda pada bahasa tubuh anak anda, ungkapan-ungkapan wajahnya, dan gerak-geriknya.
4.    Menolong anak memberi nama emosi dengan kata-kata
Ketika anak menunjukkan emosi-emosinya, sebagai orang tua, sudah seharusnya kita mencoba menolong mereka untuk merumuskan masalahnya dengan menyediakan kata-kata yang sesuai sepert menyediakan kata kata ‘tegang’, ‘sedih ya?’, ‘marah’, dan ‘takut’. Menyediakan kata-kata dengan cara ini dapat menolong anak-anak menubah suatu perasaan yang tidak jelas, menakutkan, dan tidak nyaman menjadi sesuatu yang dapat dirumuskannya, sesuatu yang mempunyai batas batas dan merupakan bagian wajar dari kehidupan sehari-hari. Amarah, kesedihan, dan rasa takut menjadi pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh setiap orang dan setiap orang dapat mengatasinya.
5.    Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah
Proses ini dibagi ke dalam 5 tahapan sebagai berikut :
1.1    menentukan batas-batas
Ginnot(dalam Gottman,2000:104) menyatakan bahwa anak-anak perlu memahami bahwa perasaan-perasaan mereka itu bukanlah masalahnya, yang menjadi masalah adalah perilaku mereka yang keliru. Semua perasaan dan hasrat itu dapat diterima tetapi tidak semua tingkah laku dapat diterima. Oleh karena itu, tugas orang tualah untuk menentukan batas-batas terhadap tindakan-tindakan, bukan terhadap hasrat-hasrat.
Sebagai contoh, ketika seorang anak marah, dan kita memberitahunya dengan ucapan: “jangan marah” atau “kamu tidak boleh merasa begitu”. Ketika kita mengeluarkan ucapan seperti ini dalam arti menyuruh seorang anak kecil tentang bagaimana perasaan itu, tindakan tersebut hanya akan membuatnya tidak mempercayai apa yang sungguh dirasakannya, suatu situasi yang menjurus pada keragu-raguan terhadap diri sendiri serta hilangnya harga diri. Sebaliknya, seandainya kita membertahu seorang anak kecil bahwa ia mempunyai hak untuk mengalami perasaan-perasaannya, tetapi pada saat yang bersamaan mungkin ada cara-cara yang lenih baik untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tadi, anak itu dibiarkan dengan wataknya, rasa harga dirinya tetap utuh. juga, ia tahu bahwa ia didukung oleh seorag dewasa yang penuh pengertian yang akan menolongnya beralih dari perasaan kewalahan ke menemukan suatu penyelesaian.
2.2    Menentukan sasaran
Setelah berempati, menamai perasaan-perasaannya, dan menentukan batas –batas pada setiap tingakah aku yang pantas, selanjutnya dalah membantunya untuk mengindentifikasi suatu sasaran di sekitar penyelesaian masalah. Tanyai anak anda apa yang ingin dicapai berkaitan dengan masalah yang dihadapinya.
3.3    Memikirkan pemecahan yang mungkin
Bekerjasamalah dengan anak anda untuk mendapatkan pilihan-pilaihan bagi pemecahan masalah-masalah itu. Dalam hal ini penting sekali bagi orang tua untuk menahan diri agar tidak mengambil alih. upayakan agar andamendorong anak anda untuk memunculkan gagasan-gagasannya sendiri.
4.4    Mengevaluasi Pemecahan-pemecahan yang diusulkan berdasarkan nilai-nilai keluarga anda
Doronglah anak anda untukmerenungkan setiap pemecahan secara terpisah, dengan tujuan untuk menjajaki bersama anak anda perlunya batas-batas terhadap tingkah laku tertentu.
5.5    Bantulah anak anda memilih pemecahan
Setelah anda dan anak anda menjajaki akibat-akibat berbagai pilihan itu, doronglah dia untuk memilih salah satu atau lebih pilihan tersebut dan mencobanya. Sementara anda ingin mendorong anak-anak anda untuk berpikir sendiri, inipun kesempatan yang baik untuk menawarkan pendapat-pendapat serta bimbingan anda. Jangan kuatir pada tahap ini untuk mengatakan kepada anak anda bagaimana dahulu anda menangani masalah ini ketika anda seusia dengannya.apa yang anda pelajari dari pengalaman anda? kesalahan apa yang anda lakukan?keputusan-keputusan apa yang membuat anda merasa bangga? mengajarkan anak anda nilai –nilai anda dalam konteks menolongnya untukuntuk memecahkan suatu masalah yang sulit lebih manjur daripada sekedar mengejar konsep-konsep abstrak yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari anak anda.
Dengan melalui tahap-tahap yang di sarankan oleh John Gottman dan  Joan DeClaire diatas,  orang tua memposisikan diri mereka sebagai fasilitator anak dalam mengidentifikasi dan memahami emosi apa yang dirasakannya, menamai emosi apa yang dirasakannya, dan pemecahan apa yang bisa dilakukan dalam menghadapi masalahnya. Bagian terpenting adalah, sang anak mengetahui bahwa orang tua adalah tempat mereka untuk berbagi emosi-emosi tersebut, bukan malah untuk lari dan menutup diri dari berbagi dengannya. Juka anak terbiasa merasa dihargai atas apa yang mereka rasakan, maka mereka pun tumbuh menjadi anak yang memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang mantap(Gottman,2000:104). Hal ini akan membantu mereka dalam berinteraksi dengan teman-teman mereka di manapun. Dengan asumsi bahwa mereka pun akan bisa berempati, dan memahami apa yang dirasakan oleh teman-teman mereka karena mereka telah dibimbing bagaimana menunjukkan perasaan dan emosi secara positif di rumah mereka, oleh orang tua mereka.
Demikianlah bunda, apa yang bisa saya share untuk bunda hari ini, semoga bermanfaat....Salam untuk anak cerdas bunda ya! :-) 
Penulis:Ismia Unasiansari @ bundanyanakcerdas.blogspot.com
 
Cerita Anak Kita Blogger Template by Ipietoon Blogger Template