Selasa, 08 Januari 2013

Peranan Orang Tua Dalam Meningkatkan Kecerdasan Interpersonal Anak


Memahami perkembangan anak dalam setiap tahapnya adalah harapan bagi setiap orang tua. Namun ada kalanya setiap tahap perkembangan anak memiliki jenis tantangan tersendiri yang menggugah indera kita untuk belajar lagi dan lagi demi mencapai tingkat pemahaman yang cukup mengenai perkembangan anak kita. Seperti pertumbuhan fisiknya,  kemampuan emosional anak pun terus berkembang sesuai dengan tahapannya. Sebagai contoh, kecerdasan interpersonal anak, terus berkembang dimulai dari tahapan awalnya ketika mereka menghabiskan sebagian besar waktunya bersama orang tua di rumah hingga ke tahapan ketika mereka berbagi bersama teman-temannya di sekolah.
Kecerdasan interpersonal anak dipandang sangat penting karena hal ini berkaitan dengan kemampuan anak untuk bereaksi dan menghargai hal-hal diluar dirinya. Hal ini didukung oleh Schmit (2002:32) bahwa kecerdasan interpersonal anak merupakan kecerdasan yang terkait dengan kepandaian untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Kecerdasan ini menuntut seseorang untuk memahami, bekerja sama dan berkomunikasi serta memelihara hubungan dengan orang lain.
Bisa kita bayangkan betapa peranan orang tua, sebagai guru pertama dalam ‘Lembaga Pendidikan Pertama’ anak yang disebut keluarganya, memiliki andil sangat besar dalam membimbing dan mengarahkan anak agar dapat mengembangkan kecerdasan interpersonalnya sehingga mereka mampu bersikap seperti yang diharapkan oleh ‘masyarakat’ diluar keluarganya tersebut kemudian.

Apakah yang dimaksud dengan Kecerdasan Interpersonal Anak?
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan anak untuk mengajak maupun merespon orang selain dirinya dengan perasaan positif, tertarik untuk  berteman dengan orang luar serta diperhatikan dengan baik oleh mereka, dapat memimpin dan juga mengikuti, mempertahankan sikap, memberi dan menerima dalam berinteraksi. (Papalia & Fielman,2002:311). Selanjutnya, menurut Paul eggan dan Kaufchak (2007:97) bahwa kecerdasan interpersonal anak usia dini adalah memahami dan bekerja sama dengan orang lain, memahami dan bekerja sama dalam kelompoknya serta memimpin diri dan kelompoknya. Hal ini diperkuat oleh Schmidt (2002:32) yang menyampaikan bahwa kecerdasan interpersonal menuntut seseorang untuk memahami, bekerja sama dan komunikasi, serta memelihara hubungan dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal anak dipandang sangat penting karena hal ini berkaitan dengan kemampuan anak untuk bereaksi dan menghargai hal-hal diluar dirinya. Hal ini didukung oleh Schmit (2002:32) bahwa kecerdasan interpersonal anak merupakan kecerdasan yang terkait dengan kepandaian untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Kecerdasan ini menuntut seseorang untuk memahami, bekerja sama dan berkomunikasi serta memelihara hubungan dengan orang lain.

Di rumah, jauh sebelum anak memasuki kehidupan bersekolah, orang tua pun dapat mengembangkan kecerdasan interpersonal anak melalui tahapan tahapan yang telah diuji coba oleh John Gottman, P.Hd dan Joan De Claire (1997:73-103) ,berikut ini tips-tips meningkatkan kecerdasan interpersonal anak :
1.    Menyadari emosi anak
2.    Mengenali emosi anak sebagai peluang untuk menjadi akrab dan untuk mengajar
3.    Mendengarkan dengan penuh empati dan menegaskan perasaan-perasaan si anak
4.    Menolong si anak untuk memberi label emosi-emosi dengan kata –kata dan
5.    Menentukan batas-batas sambil menolong si anak memecahkan masalahnya
Berikut adalah penjabaran dari kelima langkah-langkah tersebut:
1.    Menyadari emosi anak
Kesadaran emosional adalah berarti mengenali kapan merasakan suatu emosi, dapat mengidentifikasi perasaan-perasaan dan peka terhadap hadirnya emosi-emosi dalam diri anak. Kuncinya adalah mengungkapkan perasaan-perasaan orangtua dengan cara yang tidak merusak bagi hubungan orangtua dan anak. Dengan demikian orangtua dalam hal ini mengedepankan dua hal penting yaitu: 1. perasaan-perasaan yang kuat dapat diungkapkan dan dikelola, dan 2. tingkah laku anak betul-betul kita anggap penting.
Orang tua yang sadar terhadap emosi-emosi mereka sendiri dapat menggunakan kepekaan mereka untuk menyelaraskan diri dengan perasaan-perasaan anak mereka. Namun bukan berarti akan selalu mudah memahami perasaan-perasaan anak. Seringkali anak mengungkapakan emosi secara tidak langsung dan membingungkan orang tua. Bagaimanapun, seandainya kita mendengarkan dengan seksama dan dengan hati yang terbuka, seringkali kita dapat memecahkan isyarat pesan-pesan yang secara tidak sadar disembunyikanoleh anak-anak dalam pergaulan mereka, permainan mereka dan tingkah laku sehari-hari mereka.
 Sebagai contoh, ketika anda marah kepada anak anda karena sesuatu yang dilakukannya, jauhilah komentar-komentar yang bersifat melecehkan, sarkasme, penghinaan dan komentar-komentar yang melecehkan terhadap anak anda, semuanya berkaitan dengan harga diri yang rendah pada anak anda. Lebih baik memusatkan perhatian pada tindakan-tindakan anak anda, bukannya pada wataknya. Buatlah komentar-komentar anda itu terperinci dan katakanlah kepada anak anda bagaimana tindakan-tindakannya membuat anda marah. Tetaplah berbicara secara masuk akal kepada anak anada hingga menjurus pada suatu tingkat pengertian, teruskanlah. Katakanlah kepada anak anda apa yang ada dipikiran anda, dengarkan jawabannya, hingga sampai pada tahap dimana anda dan anak anda menemukan sebuah saling pengertian.
2.    Mengenali emosi anak sebagai peluang untuk kedekatan dan mengajar
Kemampuan untuk menolong menenangkan seorang anak yang marah dapat merupakan sesuatu yang membuat kita merasa ‘paling jelas sebagai orang tua’. Dengan mengakui emosi-emosi anak kita, kita menolong mereka mempelajari keterampilan-keterampilan untuk menghibur diri mereka sendiri, keterampilan-keterampilan yang akan berguna bagi mereka seumur hidup termasuk ketika mereka mulai berinteraksi dengan teman dan dunia diluar rumah mereka. Tolonglah anak-anak untuk membicarakan perasaan-perasaan mereka. menangani perasaan –perasaan yang rendah intensitasnya sebelum perasaan –perasaan itu meningkat memberikan pula suatu peluang kepada keluarga untuk melatih keterampilan mendengarkan dan menyelesaikan masalah sementara taruhannya masih kecil. Sebagai contoh, anda mengungkapkan minat dan keprihatinan terhadap mainan rusak anak anda atau suatu goresan kecil, pengalaman-pengalaman ini merupakan batu batu pembangun. Anak anda belajar bahwa anda adalah sekutunya da anda berdua memikirkan bagaimana caranya bekerja sama. Dikemudian hari anak pun dapat memperlihatkan sikap empatinya ini kepada temannya dengan memposisikan dirinya sebagai sekutu dari temannya itu dan  mampu menunjukkan bagaimana bekerja sama dengan temannya tersebut.
3.    Mendengarkan dengan empati dan meneguhkan perasaan anak
Langkah terpenting dalam tahap-tahap ini, menurut Gottman dan Declaire(2000:95) adalah mendengarkan dengan empati. dalam konteks ini, mendengarkan berarti jauh lebih banyak dari sekedar mengumpulakan data dengan telinga anda. Para pendengar dengan empati menggunakan mata mereka untuk mengamati petunjuk fisik emosi-emosi anak –anak mereka. Mereka menggunakan imajinasi mereka untuk melihat situasi dari situasi tersebut dari titik pandang anak itu. Mereka mengunakan kata –kata mereka untuk merumuskan kembali, dengan cara yang menenangkan dan tidak mengecam, apa yang mereka dengar dan untuk menolong anak-anak mereka member nama emosi-emosi mereka itu. tetapi, yang paling penting, mereka menggunakan hati mereka utnuk merasakan apa yang sedang dirasakan oleh anak –anak mereka. Pada tahap ini arahkan perhatian anda pada bahasa tubuh anak anda, ungkapan-ungkapan wajahnya, dan gerak-geriknya.
4.    Menolong anak memberi nama emosi dengan kata-kata
Ketika anak menunjukkan emosi-emosinya, sebagai orang tua, sudah seharusnya kita mencoba menolong mereka untuk merumuskan masalahnya dengan menyediakan kata-kata yang sesuai sepert menyediakan kata kata ‘tegang’, ‘sedih ya?’, ‘marah’, dan ‘takut’. Menyediakan kata-kata dengan cara ini dapat menolong anak-anak menubah suatu perasaan yang tidak jelas, menakutkan, dan tidak nyaman menjadi sesuatu yang dapat dirumuskannya, sesuatu yang mempunyai batas batas dan merupakan bagian wajar dari kehidupan sehari-hari. Amarah, kesedihan, dan rasa takut menjadi pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh setiap orang dan setiap orang dapat mengatasinya.
5.    Menentukan batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah
Proses ini dibagi ke dalam 5 tahapan sebagai berikut :
1.1    menentukan batas-batas
Ginnot(dalam Gottman,2000:104) menyatakan bahwa anak-anak perlu memahami bahwa perasaan-perasaan mereka itu bukanlah masalahnya, yang menjadi masalah adalah perilaku mereka yang keliru. Semua perasaan dan hasrat itu dapat diterima tetapi tidak semua tingkah laku dapat diterima. Oleh karena itu, tugas orang tualah untuk menentukan batas-batas terhadap tindakan-tindakan, bukan terhadap hasrat-hasrat.
Sebagai contoh, ketika seorang anak marah, dan kita memberitahunya dengan ucapan: “jangan marah” atau “kamu tidak boleh merasa begitu”. Ketika kita mengeluarkan ucapan seperti ini dalam arti menyuruh seorang anak kecil tentang bagaimana perasaan itu, tindakan tersebut hanya akan membuatnya tidak mempercayai apa yang sungguh dirasakannya, suatu situasi yang menjurus pada keragu-raguan terhadap diri sendiri serta hilangnya harga diri. Sebaliknya, seandainya kita membertahu seorang anak kecil bahwa ia mempunyai hak untuk mengalami perasaan-perasaannya, tetapi pada saat yang bersamaan mungkin ada cara-cara yang lenih baik untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tadi, anak itu dibiarkan dengan wataknya, rasa harga dirinya tetap utuh. juga, ia tahu bahwa ia didukung oleh seorag dewasa yang penuh pengertian yang akan menolongnya beralih dari perasaan kewalahan ke menemukan suatu penyelesaian.
2.2    Menentukan sasaran
Setelah berempati, menamai perasaan-perasaannya, dan menentukan batas –batas pada setiap tingakah aku yang pantas, selanjutnya dalah membantunya untuk mengindentifikasi suatu sasaran di sekitar penyelesaian masalah. Tanyai anak anda apa yang ingin dicapai berkaitan dengan masalah yang dihadapinya.
3.3    Memikirkan pemecahan yang mungkin
Bekerjasamalah dengan anak anda untuk mendapatkan pilihan-pilaihan bagi pemecahan masalah-masalah itu. Dalam hal ini penting sekali bagi orang tua untuk menahan diri agar tidak mengambil alih. upayakan agar andamendorong anak anda untuk memunculkan gagasan-gagasannya sendiri.
4.4    Mengevaluasi Pemecahan-pemecahan yang diusulkan berdasarkan nilai-nilai keluarga anda
Doronglah anak anda untukmerenungkan setiap pemecahan secara terpisah, dengan tujuan untuk menjajaki bersama anak anda perlunya batas-batas terhadap tingkah laku tertentu.
5.5    Bantulah anak anda memilih pemecahan
Setelah anda dan anak anda menjajaki akibat-akibat berbagai pilihan itu, doronglah dia untuk memilih salah satu atau lebih pilihan tersebut dan mencobanya. Sementara anda ingin mendorong anak-anak anda untuk berpikir sendiri, inipun kesempatan yang baik untuk menawarkan pendapat-pendapat serta bimbingan anda. Jangan kuatir pada tahap ini untuk mengatakan kepada anak anda bagaimana dahulu anda menangani masalah ini ketika anda seusia dengannya.apa yang anda pelajari dari pengalaman anda? kesalahan apa yang anda lakukan?keputusan-keputusan apa yang membuat anda merasa bangga? mengajarkan anak anda nilai –nilai anda dalam konteks menolongnya untukuntuk memecahkan suatu masalah yang sulit lebih manjur daripada sekedar mengejar konsep-konsep abstrak yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari anak anda.
Dengan melalui tahap-tahap yang di sarankan oleh John Gottman dan  Joan DeClaire diatas,  orang tua memposisikan diri mereka sebagai fasilitator anak dalam mengidentifikasi dan memahami emosi apa yang dirasakannya, menamai emosi apa yang dirasakannya, dan pemecahan apa yang bisa dilakukan dalam menghadapi masalahnya. Bagian terpenting adalah, sang anak mengetahui bahwa orang tua adalah tempat mereka untuk berbagi emosi-emosi tersebut, bukan malah untuk lari dan menutup diri dari berbagi dengannya. Juka anak terbiasa merasa dihargai atas apa yang mereka rasakan, maka mereka pun tumbuh menjadi anak yang memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang mantap(Gottman,2000:104). Hal ini akan membantu mereka dalam berinteraksi dengan teman-teman mereka di manapun. Dengan asumsi bahwa mereka pun akan bisa berempati, dan memahami apa yang dirasakan oleh teman-teman mereka karena mereka telah dibimbing bagaimana menunjukkan perasaan dan emosi secara positif di rumah mereka, oleh orang tua mereka.
Demikianlah bunda, apa yang bisa saya share untuk bunda hari ini, semoga bermanfaat....Salam untuk anak cerdas bunda ya! :-) 
Penulis:Ismia Unasiansari @ bundanyanakcerdas.blogspot.com

0 komentar:

Posting Komentar

 
Cerita Anak Kita Blogger Template by Ipietoon Blogger Template