Memahami perkembangan anak
dalam setiap tahapnya adalah harapan bagi setiap orang tua. Namun ada kalanya
setiap tahap perkembangan anak memiliki jenis tantangan tersendiri yang
menggugah indera kita untuk belajar lagi dan lagi demi mencapai tingkat
pemahaman yang cukup mengenai perkembangan anak kita. Seperti pertumbuhan
fisiknya, kemampuan emosional anak pun
terus berkembang sesuai dengan tahapannya. Sebagai contoh, kecerdasan
interpersonal anak, terus berkembang dimulai dari tahapan awalnya ketika mereka
menghabiskan sebagian besar waktunya bersama orang tua di rumah hingga ke
tahapan ketika mereka berbagi bersama teman-temannya di sekolah.
Kecerdasan interpersonal
anak dipandang sangat penting karena hal ini berkaitan dengan kemampuan anak
untuk bereaksi dan menghargai hal-hal diluar dirinya. Hal ini didukung oleh
Schmit (2002:32) bahwa kecerdasan interpersonal anak merupakan kecerdasan yang
terkait dengan kepandaian untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain.
Kecerdasan ini menuntut seseorang untuk memahami, bekerja sama dan
berkomunikasi serta memelihara hubungan dengan orang lain.
Bisa kita bayangkan
betapa peranan orang tua, sebagai guru pertama dalam ‘Lembaga Pendidikan Pertama’ anak
yang disebut keluarganya, memiliki andil sangat besar dalam membimbing dan
mengarahkan anak agar dapat mengembangkan kecerdasan interpersonalnya sehingga
mereka mampu bersikap seperti yang diharapkan oleh ‘masyarakat’ diluar
keluarganya tersebut kemudian.Apakah yang dimaksud dengan Kecerdasan Interpersonal Anak?
Kecerdasan interpersonal adalah kemampuan anak untuk mengajak maupun merespon orang selain dirinya dengan perasaan positif, tertarik untuk berteman dengan orang luar serta diperhatikan dengan baik oleh mereka, dapat memimpin dan juga mengikuti, mempertahankan sikap, memberi dan menerima dalam berinteraksi. (Papalia & Fielman,2002:311). Selanjutnya, menurut Paul eggan dan Kaufchak (2007:97) bahwa kecerdasan interpersonal anak usia dini adalah memahami dan bekerja sama dengan orang lain, memahami dan bekerja sama dalam kelompoknya serta memimpin diri dan kelompoknya. Hal ini diperkuat oleh Schmidt (2002:32) yang menyampaikan bahwa kecerdasan interpersonal menuntut seseorang untuk memahami, bekerja sama dan komunikasi, serta memelihara hubungan dengan orang lain. Kecerdasan interpersonal anak dipandang sangat penting karena hal ini berkaitan dengan kemampuan anak untuk bereaksi dan menghargai hal-hal diluar dirinya. Hal ini didukung oleh Schmit (2002:32) bahwa kecerdasan interpersonal anak merupakan kecerdasan yang terkait dengan kepandaian untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Kecerdasan ini menuntut seseorang untuk memahami, bekerja sama dan berkomunikasi serta memelihara hubungan dengan orang lain.
Di rumah, jauh sebelum anak
memasuki kehidupan bersekolah, orang tua pun dapat mengembangkan kecerdasan
interpersonal anak melalui tahapan tahapan yang telah diuji coba oleh John
Gottman, P.Hd dan Joan De Claire (1997:73-103) ,berikut ini tips-tips meningkatkan kecerdasan interpersonal anak :
1. Menyadari
emosi anak
2. Mengenali
emosi anak sebagai peluang untuk menjadi akrab dan untuk mengajar
3. Mendengarkan
dengan penuh empati dan menegaskan perasaan-perasaan si anak
4. Menolong
si anak untuk memberi label emosi-emosi dengan kata –kata dan
5. Menentukan
batas-batas sambil menolong si anak memecahkan masalahnya
Berikut adalah penjabaran dari kelima
langkah-langkah tersebut:
1. Menyadari
emosi anak
Kesadaran emosional adalah
berarti mengenali kapan merasakan suatu emosi, dapat mengidentifikasi perasaan-perasaan
dan peka terhadap hadirnya emosi-emosi dalam diri anak. Kuncinya adalah
mengungkapkan perasaan-perasaan orangtua dengan cara yang tidak merusak bagi
hubungan orangtua dan anak. Dengan demikian orangtua dalam hal ini
mengedepankan dua hal penting yaitu: 1. perasaan-perasaan yang kuat dapat
diungkapkan dan dikelola, dan 2. tingkah laku anak betul-betul kita anggap
penting.
Orang tua yang sadar
terhadap emosi-emosi mereka sendiri dapat menggunakan kepekaan mereka untuk
menyelaraskan diri dengan perasaan-perasaan anak mereka. Namun bukan berarti
akan selalu mudah memahami perasaan-perasaan anak. Seringkali anak
mengungkapakan emosi secara tidak langsung dan membingungkan orang tua.
Bagaimanapun, seandainya kita mendengarkan dengan seksama dan dengan hati yang
terbuka, seringkali kita dapat memecahkan isyarat pesan-pesan yang secara tidak
sadar disembunyikanoleh anak-anak dalam pergaulan mereka, permainan mereka dan
tingkah laku sehari-hari mereka.
Sebagai contoh, ketika anda marah kepada anak
anda karena sesuatu yang dilakukannya, jauhilah komentar-komentar yang bersifat
melecehkan, sarkasme, penghinaan dan komentar-komentar yang melecehkan terhadap
anak anda, semuanya berkaitan dengan harga diri yang rendah pada anak anda.
Lebih baik memusatkan perhatian pada tindakan-tindakan anak anda, bukannya pada
wataknya. Buatlah komentar-komentar anda itu terperinci dan katakanlah kepada
anak anda bagaimana tindakan-tindakannya membuat anda marah. Tetaplah berbicara
secara masuk akal kepada anak anada hingga menjurus pada suatu tingkat
pengertian, teruskanlah. Katakanlah kepada anak anda apa yang ada dipikiran
anda, dengarkan jawabannya, hingga sampai pada tahap dimana anda dan anak anda
menemukan sebuah saling pengertian.
2. Mengenali
emosi anak sebagai peluang untuk kedekatan dan mengajar
Kemampuan
untuk menolong menenangkan seorang anak yang marah dapat merupakan sesuatu yang
membuat kita merasa ‘paling jelas sebagai orang tua’. Dengan mengakui
emosi-emosi anak kita, kita menolong mereka mempelajari keterampilan-keterampilan
untuk menghibur diri mereka sendiri, keterampilan-keterampilan yang akan
berguna bagi mereka seumur hidup termasuk ketika mereka mulai berinteraksi
dengan teman dan dunia diluar rumah mereka. Tolonglah anak-anak untuk
membicarakan perasaan-perasaan mereka. menangani perasaan –perasaan yang rendah
intensitasnya sebelum perasaan –perasaan itu meningkat memberikan pula suatu
peluang kepada keluarga untuk melatih keterampilan mendengarkan dan
menyelesaikan masalah sementara taruhannya masih kecil. Sebagai contoh, anda
mengungkapkan minat dan keprihatinan terhadap mainan rusak anak anda atau suatu
goresan kecil, pengalaman-pengalaman ini merupakan batu batu pembangun. Anak
anda belajar bahwa anda adalah sekutunya da anda berdua memikirkan bagaimana
caranya bekerja sama. Dikemudian hari anak pun dapat memperlihatkan sikap
empatinya ini kepada temannya dengan memposisikan dirinya sebagai sekutu dari
temannya itu dan mampu menunjukkan
bagaimana bekerja sama dengan temannya tersebut.
3. Mendengarkan
dengan empati dan meneguhkan perasaan anak
Langkah terpenting dalam
tahap-tahap ini, menurut Gottman dan Declaire(2000:95) adalah mendengarkan
dengan empati. dalam konteks ini, mendengarkan berarti jauh lebih banyak dari
sekedar mengumpulakan data dengan telinga anda. Para pendengar dengan empati
menggunakan mata mereka untuk mengamati petunjuk fisik emosi-emosi anak –anak
mereka. Mereka menggunakan imajinasi mereka untuk melihat situasi dari situasi
tersebut dari titik pandang anak itu. Mereka mengunakan kata –kata mereka untuk
merumuskan kembali, dengan cara yang menenangkan dan tidak mengecam, apa yang
mereka dengar dan untuk menolong anak-anak mereka member nama emosi-emosi
mereka itu. tetapi, yang paling penting, mereka menggunakan hati mereka utnuk
merasakan apa yang sedang dirasakan oleh anak –anak mereka. Pada tahap ini
arahkan perhatian anda pada bahasa tubuh anak anda, ungkapan-ungkapan wajahnya,
dan gerak-geriknya.
4. Menolong
anak memberi nama emosi dengan kata-kata
Ketika anak menunjukkan emosi-emosinya,
sebagai orang tua, sudah seharusnya kita mencoba menolong mereka untuk
merumuskan masalahnya dengan menyediakan kata-kata yang sesuai sepert
menyediakan kata kata ‘tegang’, ‘sedih ya?’, ‘marah’, dan ‘takut’. Menyediakan
kata-kata dengan cara ini dapat menolong anak-anak menubah suatu perasaan yang
tidak jelas, menakutkan, dan tidak nyaman menjadi sesuatu yang dapat
dirumuskannya, sesuatu yang mempunyai batas batas dan merupakan bagian wajar
dari kehidupan sehari-hari. Amarah, kesedihan, dan rasa takut menjadi
pengalaman-pengalaman yang dimiliki oleh setiap orang dan setiap orang dapat
mengatasinya.
5. Menentukan
batas-batas sambil membantu anak memecahkan masalah
Proses ini dibagi ke dalam
5 tahapan sebagai berikut :
1.1 menentukan
batas-batas
Ginnot(dalam
Gottman,2000:104) menyatakan bahwa anak-anak perlu memahami bahwa
perasaan-perasaan mereka itu bukanlah masalahnya, yang menjadi masalah adalah
perilaku mereka yang keliru. Semua perasaan dan hasrat itu dapat diterima
tetapi tidak semua tingkah laku dapat diterima. Oleh karena itu, tugas orang
tualah untuk menentukan batas-batas terhadap tindakan-tindakan, bukan terhadap
hasrat-hasrat.
Sebagai
contoh, ketika seorang anak marah, dan kita memberitahunya dengan ucapan:
“jangan marah” atau “kamu tidak boleh merasa begitu”. Ketika kita mengeluarkan
ucapan seperti ini dalam arti menyuruh seorang anak kecil tentang bagaimana
perasaan itu, tindakan tersebut hanya akan membuatnya tidak mempercayai apa
yang sungguh dirasakannya, suatu situasi yang menjurus pada keragu-raguan
terhadap diri sendiri serta hilangnya harga diri. Sebaliknya, seandainya kita
membertahu seorang anak kecil bahwa ia mempunyai hak untuk mengalami
perasaan-perasaannya, tetapi pada saat yang bersamaan mungkin ada cara-cara
yang lenih baik untuk mengungkapkan perasaan-perasaan tadi, anak itu dibiarkan
dengan wataknya, rasa harga dirinya tetap utuh. juga, ia tahu bahwa ia didukung
oleh seorag dewasa yang penuh pengertian yang akan menolongnya beralih dari
perasaan kewalahan ke menemukan suatu penyelesaian.
2.2 Menentukan
sasaran
Setelah
berempati, menamai perasaan-perasaannya, dan menentukan batas –batas pada
setiap tingakah aku yang pantas, selanjutnya dalah membantunya untuk
mengindentifikasi suatu sasaran di sekitar penyelesaian masalah. Tanyai anak
anda apa yang ingin dicapai berkaitan dengan masalah yang dihadapinya.
3.3 Memikirkan
pemecahan yang mungkin
Bekerjasamalah
dengan anak anda untuk mendapatkan pilihan-pilaihan bagi pemecahan
masalah-masalah itu. Dalam hal ini penting sekali bagi orang tua untuk menahan
diri agar tidak mengambil alih. upayakan agar andamendorong anak anda untuk
memunculkan gagasan-gagasannya sendiri.
4.4 Mengevaluasi
Pemecahan-pemecahan yang diusulkan berdasarkan nilai-nilai keluarga anda
Doronglah
anak anda untukmerenungkan setiap pemecahan secara terpisah, dengan tujuan
untuk menjajaki bersama anak anda perlunya batas-batas terhadap tingkah laku
tertentu.
5.5 Bantulah
anak anda memilih pemecahan
Setelah anda dan anak anda menjajaki akibat-akibat
berbagai pilihan itu, doronglah dia untuk memilih salah satu atau lebih pilihan
tersebut dan mencobanya. Sementara anda ingin mendorong anak-anak anda untuk
berpikir sendiri, inipun kesempatan yang baik untuk menawarkan
pendapat-pendapat serta bimbingan anda. Jangan kuatir pada tahap ini untuk
mengatakan kepada anak anda bagaimana dahulu anda menangani masalah ini ketika
anda seusia dengannya.apa yang anda pelajari dari pengalaman anda? kesalahan
apa yang anda lakukan?keputusan-keputusan apa yang membuat anda merasa bangga?
mengajarkan anak anda nilai –nilai anda dalam konteks menolongnya untukuntuk
memecahkan suatu masalah yang sulit lebih manjur daripada sekedar mengejar
konsep-konsep abstrak yang tidak ada kaitannya dengan kehidupan sehari-hari
anak anda.
Dengan
melalui tahap-tahap yang di sarankan oleh John Gottman dan Joan DeClaire diatas, orang tua memposisikan diri mereka sebagai
fasilitator anak dalam mengidentifikasi dan memahami emosi apa yang dirasakannya,
menamai emosi apa yang dirasakannya, dan pemecahan apa yang bisa dilakukan
dalam menghadapi masalahnya. Bagian terpenting adalah, sang anak mengetahui
bahwa orang tua adalah tempat mereka untuk berbagi emosi-emosi tersebut, bukan
malah untuk lari dan menutup diri dari berbagi dengannya. Juka anak terbiasa
merasa dihargai atas apa yang mereka rasakan, maka mereka pun tumbuh menjadi
anak yang memiliki harga diri dan kepercayaan diri yang mantap(Gottman,2000:104).
Hal ini akan membantu mereka dalam berinteraksi dengan teman-teman mereka di
manapun. Dengan asumsi bahwa mereka pun akan bisa berempati, dan memahami apa
yang dirasakan oleh teman-teman mereka karena mereka telah dibimbing bagaimana
menunjukkan perasaan dan emosi secara positif di rumah mereka, oleh orang tua
mereka.Demikianlah bunda, apa yang bisa saya share untuk bunda hari ini, semoga bermanfaat....Salam untuk anak cerdas bunda ya! :-)
Penulis:Ismia Unasiansari @ bundanyanakcerdas.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar